Baru baru ini cukup ramai diperbincangkan bahwa Kementerian Komunikasi dan Digital atau (Kemkomdigi) yang mengumumkan kebijakan baru mengenai pemanfaatan teknologi embedded subscriber identity model atau eSIM yang berkaitan dengan pemutakhiran data pelanggan layanan seluler di Indonesia.
Hal ini disampaikan dalam acara “Sosialisasi Peraturan Menteri Tentang eSIM dan Pemutakhiran Data” di Jakarta pada hari Jumat 11 April 2025 lalu. Dimana Kemkomdigi juga mengimbau masyarakat yang ponselnya sudah mendukung untuk migrasi menggunakan eSIM demi keamanan.

Jadi, imbauan untuk migrasi ke eSIM ini memang ditujukan untuk para pengguna ponsel yang sudah mendukung eSIM, dengan tujuan agar masalah keamanan dapat diselesaikan oleh eSIM, terutama terkait penyalahgunaan NIK / Nomor Induk Kependudukan yang menjadi syarat pendaftaran nomor seluler.

Bagi yang belum tahu, eSIM atau embedded Subscriber Identity Module, adalah teknologi terbaru yang menggantikan kartu SIM fisik tradisional. Berbeda dengan kartu SIM biasa yang harus dimasukkan ke dalam slot perangkat, eSIM sudah tertanam langsung di perangkat seperti smartphone, tablet, atau smartwatch.
Salah satu hal yang saya suka dari eSIM ini memang adalah keamanannya, apalagi jika seandainya perangkat dicuri, maka tidak ada langkah yang mudah untuk mencopot eSIM dan memungkinkan kita mendapatkan waktu tambahan untuk melacak ponsel kita.

Meskipun tujuannya memang baik, namun pemerintah dalam hal ini akan menghadapi tantangan yang sangat besar, terutama karena keterbatasan kompatibilitas perangkat dan risiko keamanan karena tata kelola yang belum ideal. Bahkan beberapa negara mengalami hambatan karena infrastruktur yang belum siap atau regulasi yang belum jelas.
Sebagai contoh, Afghanistan memiliki penetrasi telepon seluler yang cukup tinggi, tetapi akses internet masih rendah dan sebagian besar layanan telekomunikasi terkonsentrasi di daerah perkotaan. Hal ini membuat penerapan teknologi eSIM menjadi sulit.

Penerapan eSIM memang baik, namun apakah itu akan meningkatkan keamanan terutama untuk mengurangi kejahatan siber?
Terkait hal tersebut paktisi keamanan siber dari Vaksincom Alfons Tanujaya berpendapat, penerapan eSIM tidak serta-merta meniadakan kasus penyalahgunaan data pribadi untuk kepentingan kejahatan siber. Pemerintah perlu belajar dari pengalaman pelaksanaan registrasi kartu telepon seluler fisik yang malah memicu sejumlah kasus kebocoran data kependudukan. 

Nah selain itu, karena eSIM sepenuhnya digital, serangan siber seperti upaya peretasan terhadap sistem operator atau pencurian data otentikasi eSIM menjadi tantangan yang harus diantisipasi. Keamanan perangkat pengguna dan sistem operator menjadi sangat penting untuk mencegah serangan tersebut.
Selain itu, pakar keamanan siber Alfons memperkirakan kurang dari 40 persen gadget yang beredar saat ini mendukung eSIM. Itu pun gadget yang cenderung mahal dan canggih. Sementara kejahatan siber yang memakai nomor telepon seluler relatif menyasar gadget yang murah dan warga pengguna kartu nomor telepon seluler fisik. 
Secara umum, meskipun tujuannya baik, negara kita masih memiliki keterbatasan dalam hal kompatibilitas perangkat, umumnya perangkat dengan eSIM merupakan perangkat dengan rentan harga yang lebih mahal, contohnya seperti Samsung A55 5G, atau Xiaomi 14T yang keduanya dijual dengan harga Rp5 jutaan keatas. Sementara itu, kejahatan cyber masih sering kali menyasar warga dengan gadget murah dan pengetahuan minim akan teknologi dan keamanan data.
Namun, jika pemerintah mampu menerapkan kebijakan yang ketat dan masyarakat yang mampu bekerja sama dengan memulai langkah kecil dan menghindari contohnya klik link sembarangan atau lebih aware terkait keamanan data, risiko keamanan dapat diminimalisir dari berbagai sektor. Tetapi jika hanya akan mewajibkan esim tanpa ada kebijakan dan implementasi yang kuat, hal ini saya rasa justru akan memberatkan kebanyakan masyarakat dengan tingkat ekonomi yang rendah.
Dengan kata lain penerapan keamanan yang tepat, seperti enkripsi data, otentikasi multifaktor, dan peningkatan kesadaran pengguna terhadap ancaman siber, eSIM dapat menjadi langkah signifikan dalam mengurangi risiko kejahatan siber tertentu. Namun, inovasi teknologi ini tetap membutuhkan kolaborasi antara produsen perangkat, operator seluler, pemerintah dan pengguna untuk meminimalkan potensi ancaman.
Tapi bagaimana menurutmu? apakah kamu setuju dengan digitalisasi SIM ini? coba komen dibawah guys.
Referensi : Kompas, CNN

Other Articles

NewsPC

Baru baru ini cukup ramai diperbincangkan bahwa Kementerian Komunikasi dan Digital atau (Kemkomdigi) yang mengumumkan
NewsPC

Microsoft Finally Ready to Launch Recall Feature

Following an extended delay and additional testing spanning several months, the Recall feature has now
NewsPC

Microsoft Advises Deleting This Folder in KB5055523 Update to Address Security Vulnerability

Recently, Microsoft released the KB5055523 update for Windows 10 and 11 users, bringing several enhancements,
NewsPC

Startup Chime Windows 95: A Legacy of Audio in American Culture

Here’s an intriguing piece of news currently making waves in the Windows ecosystem. Recently, the
NewsPC

Global Tariff Wars and Their Impact on Indonesia’s Technology Sector

The ongoing tariff war between two global giants, the United States and China, has created
NewsPC

Microsoft Confirms Windows Hello Issues in KB5055523 Update

Beyond introducing a security vulnerability by creating a new folder on the local disk C,

DgDig.com

DgDig is a comprehensive website dedicated to sharing the latest tech news, in-depth gadget information, step-by-step tutorials, and essential Windows guides to keep you informed and empowered in the world of technology.

Scroll to Top